Armand Maulana dan Perjalanan Tak Berujung

Armand Maulana.
Armand Maulana. Dokumentasi pribadi Armand Maulana.

Awalnya Armand Maulana ingin merantau saja. Melanjutkan jenjang pendidikan, sekaligus mencicipi kerasnya ibu kota. Namun, keputusannya untuk hijrah dari Bandung ke Jakarta pada 1990 lampau justru menjadi titik balik yang mendongkrak berbagai sisi kehidupannya hingga saat ini.

Masa kecil Armand sesungguhnya dipenuhi dengan berbagai aktivitas olahraga. Pria kelahiran 4 April 1971 ini memang gemar membuang peluh. Dari bermain bola basket, bola voli, sepeda, berenang, hingga sepatu roda sudah ia coba.

Saat SMP, barulah Armand menjajal dunia olah vokal dengan bermain operet. Tanpa disadari, ia kerap mendapat kepercayaan menjadi peran utama yang otomatis harus bernyanyi lebih banyak dari yang lainnya.

Kemampuan Armand semakin terasah saat ia bergabung dalam vocal group SMAN 5 Bandung. Sering juara di sana, Armand justru gatal untuk menghidupkan kembali band sekolahnya yang telah vakum sejak lama. Bersama teman-teman yang kerap bermusik mengiringi kelompok vokalnya tersebut, sebuah band lantas terbentuk dengan Armand sebagai vokalisnya.

“Setelah bandnya jadi, kami coba ikut kompetisi band Jawa-Bali. Eh, band kami jadi juara umum dan saya jadi vokalis terbaiknya. Namun, waktu itu saya juga belum kepikiran untuk menyanyi secara professional,” tutur Armand.

Di kompetisi tersebutlah Armand berkenalan dengan Bens Leo, pengamat musik sekaligus produser musik yang menjadi ketua jurinya. Armand pun berjanji akan bersilaturahmi dengan Bens bila ia diterima di Universitas Indonesia (UI) dan hijrah ke Jakarta.

“Ternyata tahun 1990 saya benar diterima masuk ke UI. Sampai di Jakarta saya telepon Mas Bens. Saya pikir bakal diajak kerja jadi panitia acara apa gitu sama dia. Eh, ternyata pas datang ke kantornya, Mas Bens suruh saya nyanyi di Festival Lagu Perjuangan Nasional se-Indonesia. Saya kaget. Lalu Mas Bens bilang, ‘Kamu bertalenta banget,’” kata suami dari Dewi Gita tersebut.

Benar saja, Armand keluar sebagai juara dan meraih predikat penampil terbaik di acara tersebut. Hal inilah yang akhirnya menjadi titik balik karier Armand sekaligus melejitkan rasa percaya dirinya untuk bernyanyi secara profesional.

“Setelah itu saya baru sadar bahwa saya benar punya talent di situ untuk dibawa serius. Soalnya saya nyanyi di kompetisi sama orang-orang yang sudah punya kaset duluan saja bisa menarik perhatian orang. Benar saja setelah itu saya dapat banyak tawaran, salah satunya untuk bikin album solo,” ujar Armand.

Selebihnya, sejarah telah berbicara dengan sendirinya. Sempat bergabung dengan Trio Libels pada 1991 dan melahirkan album solo berjudul “Kau Tetap Milikku” setahun berselang, akhirnya Armand melabuhkan nasibnya pada Gigi pada 22 Maret 1994.

Bersama Thomas Ramdhan, Dewa Budjana, Ronald Fristianto dan Baron Arafat, Armand membentuk formasi awal Gigi. Sebelumnya, nyaris saja mereka menggunakan nama Orang Utan untuk band tersebut. Setelah tertawa panjang karena ide nama tersebut, barulah tercetus nama Gigi.

Setelah 20 tahun berkarya di industri tanah air, Gigi sudah kenyang dengan urusan bongkar pasang personel. Hal itu akhirnya dijadikan pelajaran berharga bagi Armand saat menengok ke belakang perjalanannya.

“Sebenarnya tiap duka yang datang kita jadiin suka saja, sih. Seperti saat saya dapat banyak pelajaran ketika Gigi harus gonta-ganti personel di tahun 1990-an. Saya dapat pelajaran bahwa buat band itu engga gampang. Kita harus bisa menyatukan visi, belajar toleransi dan sebagainya,” ujar Armand kembali.

Namun tak hanya duka, Armand juga mengakui bahwa 20 tahun kariernya bersama Gigi penuh dengan suka cita. Bahkan ia menempatkannya sebagai salah satu kebanggan terbesar dalam hidup.

“Karier di Gigi itu paling membanggakan buat saya. Sudah 20 tahun kami bertahan, apa lagi dengan kondisi dunia musik Indonesia yang sempat naik-turun engga karuan. Kami bisa punya kesempatan ditonton anak-anak SD sampai yang seangkatan sama saya sekarang. Itu peristiwa membanggakan, karena sungguh sulit untuk mempertahankan sebuah eksistensi,” kata Armand.

Gigi jelas bisa berbangga karena para penggemar fanatiknya – yang akrab disapa Gigikita – tersebar di berbagai pelosok Nusantara. Menurut Armand, hal itu bisa terjadi karena Gigi bisa terus berkarya secara konsisten. Selain itu, Gigi Management dianggapnya memiliki sistem kerja yang rapih dan terus berkembang mengikuti perkembangan zaman.

“Pengurus Gigikita Indonesia betul-betul punya manajemen yang rapi. Misalnya saat kami manggung di Makassar, Gigikita di situ berkumpul semua. Kemudian, yang sudah punya kartu anggota bisa ngobrol langsung sama kita, foto bareng dan sebagainya. Hal itulah yang bikin fans bertahan hingga saat ini,” tutur Armand lagi.

Armand sendiri begitu mengidolakan sosok Phil Collins, vokalis band Genesis. Ia bahkan menganggap Phil sebagai guru yang luar biasa. Apa lagi setelah Phil berhasil membawa perubahan besar pada karya-karya Genesis, dari yang sebelumnya bergaya hard rock hingga mantap beraliran pop art.

“Kalau di dalam negeri, saya terinspirasi betul sama Chrisye, Kang Gito (Rollies) dan Achmad Albar karena konsistensi mereka di dunia musik sungguh luar biasa,” ujar Armand.

Walau sibuk bernyanyi dan mengisi acara di berbagai tempat, Armand tetap menyempatkan diri menjalankan hobinya di kala senggang. Terkadang, ia masih bermain bola basket bersama teman-teman. Ia juga rutin berolahraga di pusat kebugaran untuk menjaga stamina saat harus beraksi di atas panggung.

Namun, di luar itu semua Armand begitu menggilai dunia otomotif. Ia gemar memodifikasi mobilnya sendiri. Bahkan, bila tidak berkarier sebagai penyanyi, ia berharap dapat membuka usaha bengkel untuk menyalurkan hobinya tersebut.

Menariknya, Armand jarang melibatkan rekan-rekan satu band-nya saat sedang beraktivitas di luar dunia musik. “Di luar Gigi, saya justru main sama yang lain. Saya engga mau ngumpul sama Gigi terus biar engga jenuh. Jadi, pelariannya ke dunia yang benar-benar jauh dari musik, engga ada hubungannya bahkan, misalnya otomotif,” ujar Armand.

Dengan cara tersebut, Armand berhasil menjaga keharmonisan dalam tubuh Gigi. Bahkan, saat ini Gigi terus berkarya dan berniat mengeluarkan album barunya pada 11 Januari 2014 mendatang.

“Untuk target jangka panjang, saya ingin tetap bertahan dengan Gigi dan menghasilkan album-album yang tetap pada treknya. Saya ingin agar Gigi bisa on fire terus. Karena permasalahan tersulit sebuah grup band lama itu adalah pertanyaan, ‘Apa lagi?’ Nah, apa lagi yang bisa kami lakukan, tapi tetap tidak dipaksakan,” ujar Armand.

Inovasi memang kerap dilakukan Gigi. Seperti saat mereka berkolaborasi dengan Billy Sheehan (vokalis Mr. Big) di album keempatnya berjudul 2 x 2 (1997), atau ketika mereka mengumpulkan empat konduktor sekaligus – Erwin Gutawa, Andi Rianto, Addie M. S. dan Tohpati – di satu panggung Istora Senayan pada acara ulang tahun ke-17 Gigi (2008).

Kali ini bahkan proses pengerjaan album baru Gigi dilakukan di Studio Abbey Road, Westminster, Inggris. Abbey Road sendiri adalah studio legendaris yang pernah menjadi tempat merekam karya-karya band ternama dunia seperti The Beatles, Green Day dan Red Hot Chili Peppers.

“Saya terkesan banget dengan ruang akustiknya. Baru rekaman saja, belum diutak-atik, sudah hebat banget hasilnya. Alat-alat tahun 1960-an yang sempat dipakai The Beatles di sana juga masih bisa dipakai. Buat saya itu pemandangan menakjubkan. Saya terkesan dengan maintenance Abbey Road,” ujar Armand terkagum-kagum.

Walau telah hampir meraih segalanya di dunia musik Indonesia, Armand tetap berusaha untuk selalu rendah hati dalam kesehariannya. Buatnya, segala prestasi yang diraih selama ini merupakan pemberian dari Tuhan yang Mahakuasa.

“Jangan sampai kita lupa sama Tuhan. Anda mau sejago apa pun, kalau lupa sama yang di atas, engga ada artinya, pasti akan hilang semuanya suatu saat nanti,” pungkas Armand.

***

Catatan
1. Liputan untuk tulisan ini dilakukan dalam kapasitas sebagai wartawan GeoTimes pada Januari 2014.

Bagikan

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top