Mengarungi sungai di dasar lembah hijau, menyusuri tebing sembari melawan arus deras, lalu memanjat batu besar dan melompat dari ketinggian enam meter. Berbagai adegan itu sekilas begitu menantang dan hanya bisa ditemukan di film-film petualangan ala Hollywood. Namun, kita bisa menjajalnya sendiri dengan aman dan menyenangkan jika menyambangi Green Canyon.
Bukan, ini bukan kesalahan penulisan. Green Canyon adalah sebuah objek wisata lembah hijau di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Ciamis, Jawa Barat, yang terletak dekat Pantai Batu Karas. Ia tentu berbeda dengan Grand Canyon di Amerika Serikat, walau sama-sama terbentuk secara alamiah oleh kikisan aliran sungai selama jutaan tahun. Grand Canyon “diukir” oleh Sungai Colorado, sedangkan Green Canyon “dipahat” oleh Sungai Cijulang.
Sebelumnya Green Canyon disebut Cukang Taneuh, yang secara harfiah berarti jembatan tanah. Namun, sejak kedatangan Bill John, turis Amerika Serikat, pada 1989 serta wisatawan Prancis, Frank dan Astrid, setahun berselang, nama Green Canyon mulai mencuat. Entah siapa di antara mereka yang memopulerkannya terlebih dahulu. Yang pasti, kata “green” merujuk pada hamparan air sungai bening berwarna hijau toska.

Kita bisa mencapai Green Canyon melalui Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Dari sana, ada dua pilihan rute perjalanan. Pertama, jalur timur melewati Ciamis, Banjar, Pangandaran, Parigi, lalu Cijulang yang berjarak sekitar 170 kilometer. Kedua, jalur selatan melewati Cipatujah, Cikalong, Cimanuk, lalu Cijulang, dengan jarak sekitar 60 kilometer. Meskipun rute kedua berjarak lebih pendek, kondisi jalan relatif lebih buruk karena kerap dilalui truk pengangkut pasir besi.
Persiapkan uang secukupnya, karena tak ada anjungan tunai mandiri di sekitar Green Canyon. Sesampai di Dermaga Ciseureuh, kita bisa menyewa perahu kayuh bertarif Rp 150 ribu dengan kapasitas maksimal enam orang. Lalu kita akan diantar mengarungi sungai sepanjang 3 kilometer di tengah kepungan tebing-tebing menjulang yang berhias pepohonan rindang. Terdapat pula stalaktit dan stalagmit yang terbentuk alami di dinding gua-gua kecil.

Kompleks wisata Green Canyon memang bagai kumpulan wahana alam. Bahkan, terdapat tetesan air tebing yang disebut Hujan Abadi. Air itu berasal dari akar pohon dan tak pernah kering walau di musim kemarau sekalipun. Warga sekitar menyebutnya Pemandian Putri. Menurut mitos yang beredar, orang yang mandi di sana akan mendapatkan khasiat awet muda.
Di satu titik, perahu mesti berhenti karena terhalang bebatuan setinggi 1,5 meter. Dari sana kita harus menyusuri pinggir sungai yang dipenuhi anak kepiting sembari melawan arus dengan mengenakan jaket pelampung. Tak jarang pengunjung tergelincir karena pegangan licin dan arus kelewat deras hingga terseret kembali ke titik perhentian perahu.
Jika berhasil melaluinya, kita akan tiba persis di bawah batu payung. Batu berbentuk mirip jamur setinggi 6 meter ini salah satu tempat favorit wisatawan di Green Canyon. Kita bisa naik ke batu itu dengan memanjat tebing di sebelahnya. Lalu, para pengunjung akan mengadu nyali dengan melompat dan menceburkan diri ke sungai.


Bila ingin mencicipi tantangan lebih, kita bisa mencoba body rafting atau mengarungi sungai dengan hanya bermodal tubuh sendiri. Untuk itu, kita mesti membayar Rp 200 ribu per orang dan akan mendapat alat-alat pengaman seperti helm, jaket pelampung, dan deker. Setelah itu, kita diantar dengan mobil bak terbuka ke mulut sungai tempat memulai petualangan. Butuh waktu dua hingga tiga jam untuk menyusuri sungai hingga menemukan batu payung sebagai tempat perhentian terakhir.

Selesai rekreasi alam, kita bisa melepas lelah dan mengisi perut di warung-warung di pinggir sungai arah keluar Green Canyon. Tersedia pula berbagai penginapan di sekitar kompleks ini, dari yang bertarif Rp 300 ribu hingga di atas Rp 1 juta per malam.
Green Canyon rasanya bisa jadi pilihan tepat untuk sejenak rehat dari penat dan pengap kehidupan perkotaan. Di tempat ini kita tak hanya berlibur, tapi juga bertualang di alam terbuka.
***