Game of Thrones: Berani Keluar Patron

Game of Thrones memperkenalkan tokoh baru, Oberyn Martell, di musim keempat.
Game of Thrones memperkenalkan tokoh baru, Oberyn Martell, di musim keempat. Sumber: HBO.com.

Tyrion Lannister sedang menunggu waktu yang tepat. Armada kapal Stannis Baratheon yang dipimpin oleh Ser Davos Seaworth semakin dekat mengarungi teluk di malam yang pekat. Tak lama, sebuah kapal tanpa awak datang menyambut armada tersebut sembari menumpahkan cairan kimia wildfire.

Sontak, Tyrion memberi aba-aba agar Bronn segera melontarkan panah api ke sekitar armada Stannis. Sesuai namanya, wildfire yang terpantik panah api segera meledak menimbulkan api hijau besar membara. Perang pun resmi dimulai.

Itulah sekilas adegan yang ada di episode 9 pada musim kedua serial TV Game of Thrones berjudul “Blackwater”. Episode tersebut menampilkan adegan perang skala besar pertama kalinya dalam sejarah penayangan Game of Thrones. Disebut-sebut sebagai episode dengan anggaran dana termahal, “Blackwater” melibatkan sekiranya 400 pemeran tambahan, kostum, kuda serta set layar hijau seukuran beberapa kapal besar agar bisa menciptakan efek nan dramatis.

Sebelumnya, adegan perang langsung memang hampir tak pernah terjadi. Sejak musim pertamanya, serial TV ini lebih meletakkan fokus pada intrik politik untuk memperebutkan kekuasan di sekitar benua fiksi bernama Westeros dan Essos. Di sanalah tergambarkan berbagai isu kompleks dari masalah hierarki sosial, loyalitas, kriminalitas hingga korupsi.

Bahkan, awalnya perang yang terjadi hanya ingin digambarkan melalui laporan orang-orang di sekeliling tokoh Cersei Lannister dan Sansa Stark. Namun, duet pencipta Game of Thrones David Benioff dan Dan B. Weiss bersikeras untuk mewujudkan perang yang sebenarnya. Alhasil, HBO sebagai pihak yang bertanggung jawab mengalah dan menurunkan dana lebih untuk merealisasikan hal tersebut.

Game of Thrones memang unik. Serial TV yang diadaptasi dari novel A Song of Ice and Fire karya George R.R. Martin ini sejak awal telah mendapat tempat di hati penggemar internasional. Setelah tayang perdana di Amerika Serikat pada 17 April 2011, Game of Thrones telah sukses meraih belasan penghargaan bergengsi, seperti dalam Emmy Awards, Television Critics Association (TCA) Awards, Satellite Awards hingga Golden Globe Awards.

Dana untuk produksi pembuatannya pun tidak main-main. Menurut data yang dikumpulkan E! Online, serial TV ini mengeluarkan biaya rata-rata 6 juta dolar AS per episodenya. Dana untuk episode pilot serial ini saja dikabarkan menyentuh angka 10 juta dolar AS.

Selain itu, salah satu kunci sukses Game of Thrones adalah keberaniannya untuk keluar dari patron serial TV pada umumnya. Telegraph sempat menjabarkan hal ini dengan menyebut kebiasaan Martin – sang penulis cerita – untuk membunuh tokoh-tokoh utama favorit pemirsa. Kemudian, hal ini juga ditambah dengan beberapa faktor lain: nama-nama besar pemeran yang terlibat, alur cerita yang realistis, intrik politik yang menarik, dan adegan-adegan berani berbau pornografi serta kekerasan yang beberapa kali sempat memicu kontroversi.

Maka wajar bila musim keempat Game of Thrones yang tayang pada 6 April 2014 dianggap sebagai salah satu serial TV paling ditunggu tahun ini. Ditunjukkan pada preview episode pertamanya (26/3) di London, bahwa Jaime Lannister mendapat mandat oleh sang ayah, Tywin Lannister, untuk kembali ke rumahnya di Casterly Rock.

Namun, Jaime menolak karena ingin menjalin hubungan kembali dengan saudaranya sendiri, Cersei. Hubungan keduanya memang lebih dari sekadar kakak beradik. Bahkan, telah memiliki anak dalam diri Joffrey, raja dari tujuh kerajaan yang ditutupi Cersei dan diklaim sebagai putra kandung mendiang Robert Baratheon.

Kemudian, dilema batin juga harus dihadapi Sansa. Apalagi setelah mertuanya, Tywin, bersekongkol untuk membunuh ibu dan kakaknya sendiri di akhir musim ketiga. Tokoh Joffrey pun masih menjadi daya tarik sendiri dengan sikapnya yang sewenang-wenang sebagai raja.

Di lain sisi, episode pembuka di tiap musim Game of Thrones tak lengkap rasanya tanpa kehadiran nama-nama tokoh dan pemeran baru. Kali ini, aktor asal Chili, Pedro Pascal, akan berperan sebagai Oberyn Martell, Pangeran Dorna. Benioff dan Weiss sendiri mengaku kesulitan untuk menemukan pilihan yang tepat untuk memerankan sosok ini.

“The Red Viper (panggilan untuk Oberyn) haruslah seksi dan menawan, sekaligus berbahaya, jadi ia bisa disukai tapi juga kerap disetir oleh rasa benci. Para laki-laki dan perempuan akan menyukainya, dan ia juga akan mencintai kembali mereka, kecuali bila nama belakang Anda adalah Lannister,” ujer duet pencipta serial ini tersebut.

Selain itu, masih ada beberapa nama aktor atau aktris lainnya yang masuk dalam keluarga besar Game of Thrones di musim keempat ini. Misalkan saja Roger Ashton-Griffiths yang berperan sebagai Mace Tyrell, Mark Gatiss sebagai Tycho Nestoris dan Michiel Huisman sebagai Daario Naharis.

Lebih lanjut, kelanjutan kisah ini ke depannya juga dikabarkan akan berakhir di layar lebar. Cerita panjang yang terbagi dalam tujuh bagian di novelnya sendiri membuat Martin merasa ada kemungkinan membuat penutup yang megah untuk menyatukan kepingan cerita dalam sebuah film beranggaran dana besar.

“Itu semua tergantung pada berapa lama serial ini akan terus berjalan. Apakah kita akan terus berlanjut hingga tujuh tahun? Delapan tahun? 10 tahun?” ujar Martin.

“Bukunya sendiri (yang hingga kini baru masuk ke proses penulisan seri keenam) terus membesar dan membesar cakupannya. Mungkin kita butuh sebuah fitur untuk menyatukan segalanya, dengan anggaran kira-kira sebesar 100 juta dolar AS untuk durasi dua jam. Naga-naga yang ada dalam kisah ini semakin besar, kau tahu?”

Bila Martin tak segan untuk membunuh tokoh favorit penggemar, rasanya ia pun tak akan ragu untuk mewujudkan ambisinya tersebut.

***

Catatan
1. Tulisan ini pertama dimuat di majalah GeoTimes edisi 7 April 2014.

Bagikan

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top