Karena Kita Menolak Lupa

Acara "Nonton Bareng Penghitungan Suara Pilkada DKI" (20/9/12).
Acara "Nonton Bareng Penghitungan Suara Pilkada DKI" (20/9/12). Viriya Singgih.

20 September 2012
Pukul 2 siang. Suasananya masih lengang. Keramaian hanya datang dari panggung di sebelah pohon rindang. Di backdrop panggung, terlihat tulisan besar “Nonton Bareng Penghitungan Suara Pilkada DKI” dengan logo Partai Gerindra di ujung kanan atas. Di bawah tulisan, terlihat tiga sosok mengacungkan tinggi kedua tangan masing-masing sembari mengenakan baju kotak-kotak merah dan biru. Ada Joko Widodo (Jokowi) di kiri dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di kanan. Sementara Prabowo Subianto di tengah menggenggam erat tangan Jokowi dan Ahok.

Lagu dangdut menghentak keras dari panggung itu. Para penonton hanyut dalam keceriaan. Mereka semua bernyanyi dan berjoget bersama. Orang-orang berbadan tegap, berbaju loreng dan bertopi baret merah juga tak segan ikut serta. Ada yang berjoget di atas panggung, ada yang menonton dari bawah dengan ponsel di tangan mengambil gambar penyanyi dangdut di depannya.

Suasana berubah kala Ahok tiba. Kira-kira pukul setengah 3, eks Bupati Belitung Timur itu sampai di kantor DPP Gerindra, Ragunan. Semua serentak bergegas ke pintu depan. Para tentara membentuk barisan, para wartawan bersiap dengan kamera dan alat perekam. Tak disangka, Ahok tak langsung masuk ke bangunan kantor. Ia lapar dan berjalan ke kiri panggung tempat penjaja makanan berkumpul membagikan makanannya cuma-cuma. Ahok segera memesan satu mangkok bakso sebagai santap siang. Wartawan berkerumun di sekelilingnya, mengambil gambar dan melontarkan pertanyaan.

Ahok makan bakso sembari meladeni pertanyaan wartawan (20/9/12).
Ahok makan bakso sembari meladeni pertanyaan wartawan (20/9/12). Viriya Singgih.

“Menurut Bapak, hasil quick count bisa dipercaya enggak?”

“Kami ada relawan yang nonton langsung quick count-nya. Sudah ada 5.000 lebih TPS yang masuk ke quick count. Jadi itu real, bukan sekadar quick count,” tegas Ahok. “Saya yakin menang.”

Pukul setengah 4, Prabowo tiba. Berbeda dengan Ahok, pengawalan ketat dilakukan untuk mengiringi Prabowo masuk ke bangunan kantor. Di lobi, sesi tanya jawab sempat berlangsung singkat dengannya. Setelahnya, semua larut dalam arus masuk ke kantor.

Semua merasa punya kepentingan untuk ikut masuk ke dalam. Para wartawan juga berdesakan. Beberapa diminta menunjukkan tanda pengenal, yang lainnya bisa lolos begitu saja.

Di hall lantai atas, suasana kembali tenang. Prabowo duduk di tengah bersama Ahok dan orang-orang berpakaian kemeja kotak-kotak. Suhu ruangan dingin, berbanding terbalik dengan panasnya kondisi di luar. Panitia segera bersiap melaporkan hasil hitung cepat Pilkada DKI Jakarta 2012. Kala itu, Cyrus Network telah mengumpulkan data sebanyak 81,13%. Sebanyak 54,49% warga memilih Jokowi-Ahok, sementara sisanya ada di tangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.

“Yang paling menyedihkan saya sebagai mantan prajurit, ada usaha dari pihak-pihak yang ingin merobek Pancasila. Untuk mengejar kekuasaan, mereka menggunakan isu agama dan ras yang menimbulkan fitnah dan perpecahan. Tapi rakyat Indonesia, khususnya Jakarta, tidak bisa dibohongi,” kata Prabowo.

“Hari ini suara rakyat berhasil. Keinginan untuk mendapat pemimpin bersih berhasil. Kita bersyukur dan berdoa agar Jokowi dan Basuki bisa menjadi pemimpin yang amanah, bersih dan tidak korup. Ini adalah kemenangan kalian, kemenangan rakyat.”

Prabowo memang mendukung penuh pencalonan Jokowi dan Ahok sebagai pemimpin baru rakyat Jakarta. Ia bahkan berjanji memimpin langsung demonstrasi bila mereka tertangkap tangan melakukan korupsi.

“Saya kira mereka sudah tahu bahwa mereka sudah berkomitmen untuk tidak korupsi. Kalau hal itu mereka langgar, saya akan pimpin sendiri demonstrasi untuk menurunkan mereka,” ujar Prabowo.

Prabowo dan Ahok duduk bersama di kantor DPP Gerindra (20/9/12).
Prabowo dan Ahok duduk bersama di kantor DPP Gerindra (20/9/12). Viriya Singgih.

Di akhir acara, Prabowo maju ke depan untuk melakoni doa bersama yang dipimpin bergantian oleh setidaknya tiga pemuka agama berbeda. Sosok Hercules terlihat berdiri sedikit di belakangnya. Isi doanya semua sama. Mendoakan agar Prabowo bisa lancar jalannya memenangi pemilihan umum presiden (Pilpres) pada pertengahan 2014. Dengan khusyuk, Prabowo memejamkan mata.

Perjuangannya untuk menjadi Presiden Indonesia telah dimulai sejak mengikuti konvensi Partai Golkar 2004 silam. Selewat beberapa tahun, Prabowo mendirikan Partai Gerindra dan maju dalam Pilpres 2009 sebagai calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri dari PDI-P. Namun, ia selalu gagal.

Kini, prinsipnya adalah lakukan, atau tidak sama sekali.

Prabowo berdoa dipimpin tiga pemuka agama berbeda (20/9/12).
Prabowo berdoa dipimpin tiga pemuka agama berbeda (20/9/12). Viriya Singgih.

Wartawan pun sempat iseng menanyakan kemungkinan Jokowi mendampingi Prabowo sebagai calon wakil presiden pada 2014. Prabowo berujar, segalanya bisa terjadi.

“Saya kira komitmen mereka adalah mengabdi untuk Jakarta terlebih dahulu. Tapi, mukjizat bisa saja terjadi,” katanya.

***

9 Juli 2014
Hampir dua tahun berlalu sejak itu dan segalanya benar-benar terjadi, bahkan mungkin di luar ekspektasi Prabowo sendiri. Jokowi justru diusung sebagai calon presiden oleh PDI-P dengan Jusuf Kalla sebagai pendamping. Sementara Prabowo maju bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa. Suara rakyat terpecah belah. Di saat-saat akhir Aburizal Bakrie dan Golkar memutuskan mendukung Prabowo. Nasional Demokrat dan Hanura merapat ke Jokowi, walau Hary Tanoesoedibjo akhirnya membelot ke kubu Prabowo.

Sejak dimulainya era Reformasi, mungkin inilah persaingan paling ketat dan frontal yang pernah terjadi dalam ajang Pilpres. Media-media berubah bias dan buas dengan mendukung calon presiden sesuai kepentingannya masing-masing. Metro TV dan TV One jadi yang terdepan dalam perang pembentukan opini antara dua kubu calon presiden.

Pada 9 Juli 2014, pemilu pun dimulai. Hasil hitung cepat beredar di mana-mana, menunjukkan kemenangan bagi masing-masing kelompok. Tak ayal, Prabowo sampai naik pitam pada para wartawan dari media pro-Jokowi di rumahnya sendiri, Puncak Bukit Pemburu, Desa Bojongkoneng, Bogor, Jawa Barat.

Wartawan Wartakotalive.com, Theo Yonathan Simon Laturiuw, melaporkan hal ini dengan gamblang. Siang itu, Prabowo bermaksud meladeni permintaan wawancara berbagai media secara bergantian, dari ANTV, Berita Satu, Jakarta Globe, Kompas TV, Metro TV hingga CNN.

Walau menyentil gaya reportase Berita Satu, Jakarta Globe dan Kompas TV, Prabowo masih bersedia untuk melakoni sesi tanya jawab. Namun, hal berbeda terjadi kala Metro TV mendapat giliran. Berikut tulisan Theo soal kejadian Prabowo ngamuk ke media milik Surya Paloh itu, sang Ketua Umum Partai Nasional Demokrat.

Saat itu seharusnya sehabis Kompas TV giliran Metro TV mewawancarai Prabowo. Kru Metro TV sudah mengambil tempat persis disamping Kompas TV yang tengah mewawancarai Prabowo. Tapi begitu selesai wawancara, Prabowo langsung pergi dan melewati giliran Metro TV. Dia langsung pergi ke tempat CNN akan mewawancarai dia di dalam pendopo rumahnya.
Kru Metro TV pun terbengong-bengong. Sementara Prabowo sudah duduk di kursi yang disetting kru CNN di dalam pendopo. Kejadian selanjutnya inilah yang bikin Prabowo naik pitam. Wartawati Metro TV yang bertubuh tinggi langsung memotong sesaat sebelum Prabowo mulai wawancara dengan CNN. Sebenarnya wartawati itu hanya menyampaikan bahwa Metro TV ingin mewawancarai Prabowo.
“Metro TV itu jahat. Apa dosa saya sama Surya Paloh sampai kalian begitu jahat dengan saya. Tak berimbang pemberitaan kalian. Kalau tidak mau disakiti, jangan menyakiti orang lain. Itu ajaran semua agama. What have I done to Surya Paloh? Saya tidak pernah merasa berbuat apa-apa dengan dia. Kamu mau tidak tanyakan itu kepada Surya Paloh?” kata Prabowo kepada wartawati.
Di sini semua wartawan yang mengelilingi diam. Membisu. Wartawati Metro TV menjawab akan menyampaikannya ke Surya Paloh. Tapi Prabowo cepat memotong.
“Kamu tak akan berani,” kata Prabowo. “Saya ini punya banyak pendukung. Bagaimana kalau saya bilang ke pendukung saya tak perlu nonton Metro TV, habis kalian. Kompas juga termasuk, Berita Satu juga. Begitu juga Tempo. Apa yang saya pernah buat dengan Goenawan Mohamad, dengan Megawati. Nanti akan saya datangi orang-orang itu satu per satu. Pasti. Sebab saya tak pernah menyakiti mereka. Sekarang yang sudah mewawancarai saya boleh keluar. Ini rumah saya. Ayo kita wawancara dengan CNN. Go Ahead,” kata Prabowo.
Anak buah Prabowo pun bergerak cepat. Semua wartawan yang sudah selesai mewawancarai Prabowo cepat-cepat disuruh keluar. Sementara wartawati Metro TV dan para kru masih bengong. “Kita tunggu saja coba,” kata wartawati itu ke beberapa krunya.
Prabowo menolak memberi komentar saat berusaha masuk ke kantor DPP Gerindra (20/9/12).
Prabowo menolak memberi komentar saat berusaha masuk ke kantor DPP Gerindra (20/9/12). Viriya Singgih.

***

Di sini, Prabowo seakan mendadak terserang amnesia. Ia lupa bahwa media-media pendukungnya seperti TV One dan MNC pun telah kehilangan independensi saat mengawal proses berlangsungnya Pilpres 2014.

Di sisi lain, mungkin Prabowo terkejut dengan duel ketatnya melawan Jokowi yang ia dukung penuh pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta dua tahun lalu. Lebih jauh lagi, sepertinya ia lupa dengan kata-katanya sendiri kala itu saat kemenangan Jokowi-Ahok telah merebak di hasil hitung cepat berbagai lembaga.

“Rakyat Indonesia, khususnya Jakarta, tidak bisa dibohongi.”

Bagikan

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top