Kutukan Gol Ramsey, Epilog Hidup Jardine dan Vilanova

Aaron Ramsey.
Aaron Ramsey. Ronnie Macdonald/Flickr.

Jika menyadari apa yang sedang terjadi, Aaron Ramsey tentunya tak habis pikir. Ia hanya bermaksud menjalankan tugas sebaik mungkin. Namun, tiap gol yang ia cetak untuk Arsenal entah bagaimana kerap jadi tanda petaka bagi para pesohor di berbagai belahan dunia.

Semua dimulai saat Ramsey membobol gawang Manchester United di Emirates Stadium pada 1 Mei 2011. Sehari berselang, Osama bin Laden dikabarkan tertembak mati oleh angkatan laut Amerika Serikat di kampnya di Pakistan.

Selanjutnya, pada 2 Oktober 2011 Ramsey sukses melesakkan bola ke gawang Tottenham Hotspur. Tiga hari kemudian, pendiri Apple Steve Jobs wafat di rumahnya di California, Amerika Serikat, karena kanker pankreas yang telah lama menggerogoti tubuhnya.

Masih di bulan yang sama, Ramsey mencetak gol kembali melawan Marseille di ajang Liga Champion pada 19 Oktober. Esoknya, Muammar Gaddafi tertangkap kamera amatir sedang diseret oleh komandan pasukan pemberontak dari sebuah pipa saluran drainase akibat cedera dan kemudian tertembak mati secara misterius.

Beberapa bulan kemudian, pria asal Wales ini kembali mencatatkan namanya di papan skor kala melawan Sunderland pada 11 Februari 2012. Syahdan, di hari yang sama penyanyi Whitney Houston ditemukan meninggal di Beverly Hilton, Los Angeles.

Kemudian, pada 30 November 2013, Ramsey juga sukses mencetak dua gol dalam kemenangan 3-0 Arsenal atas Cardiff City. Syahdan, di hari yang sama aktor Paul Walker pun meninggal akibat kecelakaan mobil di Santa Clarita, California.

Gol-gol yang hadir dari kaki Ramsey seakan jadi kutukan tak terelakkan. Setelah beberapa bulan berlalu usai kutukan terakhirnya ‘bekerja’, kini gol Ramsey kembali jadi malapetaka.

Pada 20 April 2014 lalu, Ramsey mencetak gol pembuka ke gawang Hull City di lanjutan kompetisi Liga Primer Inggris. Pertandingan sendiri usai dengan kemenangan 3-0 Arsenal lewat tambahan dua gol Lukas Podolski.

Awalnya, semua berjalan biasa saja. Namun, dunia sepak bola justru terguncang beberapa hari berselang. Sandy Jardine, legenda klub Skotlandia Glasgow Rangers, meninggal dunia di umur 65 tahun pada 24 April setelah kalah dalam perjuangan melawan kanker tenggorokan dan hati. Tak sampai di situ, sehari kemudian eks pelatih Barcelona Tito Vilanova juga dijemput ajal akibat kanker tenggorokan – atau tumor kelenjar parotis – yang telah dideritanya selama kira-kira dua tahun terakhir.

Jardine dan Vilanova bukanlah nama yang asing di telinga para penggemar sepak bola. Direkrut Rangers pada 1964, Jardine muda menghabiskan dua tahun pertamanya di tim cadangan. Baru pada 1966 ia berhasil menembus tim utama dan perlahan menjadi andalan di sektor kanan pertahanan.

Hingga akhir karirnya di Rangers pada 1981/1982, Jardine tercatat telah bermain sebanyak 451 kali bagi Rangers di segala ajang dan mencetak 77 gol. Ia juga masuk dalam tim yang membawa Rangers menjuarai Piala Winners pada musim 1971/1972.

Kepergian Jardine membawa duka mendalam, khususnya bagi keluarga besar Rangers. Ally McCoist, pelatih Rangers yang saat ini berusia 51 tahun bahkan berujar bahwa Jardine adalah idola masa kecilnya.

“Ada banyak nama besar yang diasosiasikan dengan 142 tahun sejarah klub sepak bola Rangers dan Sandy adalah legenda Rangers yang tak diragukan lagi. Kami semua remuk usai mendengar berita kepergiannya. Kami telah kehilangan seorang hebat hari ini,” ujar McCoist.

Tak kalah mengejutkan, kabar wafatnya Vilanova juga memancing simpati dari berbagai belahan dunia. Vilanova sendiri memulai karirnya di Barcelona B sebagai asisten pelatih Pep Guardiola pada 2007 silam. Setahun kemudian, barulah ia dan Guardiola naik pangkat membesut tim utama Barcelona.

Selama kurun waktu empat tahun, duet mau tersebut akhirnya berhasil menyumbangkan tiga gelar juara La Liga, dua trofi Copa del Rey, tiga Piala Super Spanyol, dua trofi Liga Champion dan dua Piala Dunia Antarklub. Pantaslah bila duet tersebut disebut-sebut sebagai salah satu yang terbaik sepanjang sejarah Barca.

Bahkan ketika Guardiola memutuskan untuk rehat sejenak dari sepak bola, Vilanova yang melanjutkan suksesi sebagai pelatih kepala berhasil menyumbangkan kembali satu gelar La Liga pada musim 2012/2013. Namun, di akhir musim tersebut, Vilanova memutuskan untuk undur diri agar bisa fokus pada perawatan kankernya.

Sesungguhnya, banyak nama besar lainnya dalam sejarah panjang sepak bola dunia yang harus mengakhiri karir atau meregang nyawa akibat kanker. Sir Bobby Robson, mantan pelatih Barca dan Newcastle United, sempat mengidap kanker usus pada 1992. Tak hanya itu, ia pun didiagnosis terserang kanker melanoma ganas pada 1995, serta tumor di paru-paru kanan dan tumor otak pada 2006.

Tumor otak tersebut bahkan sempat membuatnya lumpuh akibat serangan stroke. Perjuangannya selama belasan tahun melawan kanker akhirnya mendorong Robson untuk mendirikan Sir Bobby Robson Foundation pada 2008. Lembaga amal itu bergerak di bidang riset kanker dan hingga Maret 2013 lalu berhasil mengumpulkan dana sebesar 5 juta poundsterling.

Jangan lupakan pula Glenn Roeder, eks pelatih West Ham United yang divonis mengidap tumor otak sejak April 2003 silam. Kala itu, ia baru saja memimpin timnya mengalahkan Middlesbrough.

Syahdan, ia baru merasakan ada yang salah dengan tubuhnya saat tiba di kantornya di Upton Park. Roeder sedang duduk di sofa bersebelahan dengan Ken Dyer, jurnalis London Standard sembari berbincang dengan Roger Cross dan Ludo Miklosko.

“Ia tiba-tiba terdiam dan dalam satu momen mengerikan, ia terjatuh ke samping sofa. Wajahnya tiba-tiba berwarna dan ia merosot jatuh ke lantai,” ujar Dyer mengingat kembali kejadian tersebut.

Akhirnya, peran Roeder digantikan sementara oleh Trevor Brooking untuk menjalani tiga pertandingan terakhir West Ham di musim 2002/2003. Nahas, tim tersebut harus terdegradasi karena hanya bisa mengumpulkan 42 poin di akhir klasemen. Pada Agustus 2003, Roeder pun dipecat klub karena performa tim yang tak kunjung membaik di awal musim 2003/2004.

Setelah rehat selama kurang lebih dua tahun dari sepak bola, Roeder akhirnya kembali melatih dengan menjadi suksesor Graeme Souness di Newcastle pada 2005.

Namun, sepak bola bisa jadi begitu kejam. Dalam sebuah pertandingan tandang di kandang West Ham pada 2006, Newcastle sukses meraih kemenangan 2-0. Celaan datang dari para pendukung garis keras West Ham yang masih menyimpan dendam pada Roeder karena membawa tim tersebut terdegradasi di masa lalu.

Berbagai teriakan kerap terdengar di tengah pertandingan tersebut, seperti “Bocah tumor” dan yang paling menyakitkan, “Kenapa kau tidak mati saja tiga tahun lalu?”

“Salah satu hal tersedih yang saya temui di pertandingan hari Minggu tersebut adalah saat saya melihat wajah orang-orang yang berteriak pada saya, mereka ternyata seumuran dengan saya,” kata Roeder. “Lelaki berusia 40-an dan 50-an, mereka berteriak soal tumor otak dan kematian. Para lelaki yang – siapa yang tahu – bisa pula merasakan apa yang saya rasakan suatu hari nanti.”

Namun, Roeder memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah yang ada. Ia tidak ingin kehidupannya dipengaruhi oleh sekelompok minoritas garis keras yang hanya ingin menyakiti hatinya. Syahdan, hingga kini Roeder tetap bertahan hidup.

Roeder mungkin lebih beruntung dari nama-nama lain yang dijemput ajal lebih dahulu walau berusia lebih muda darinya. Kini, ia telah berusia 58, atau 13 tahun lebih tua dibanding usia Vilanova saat memeluk maut.

Maut, memang kerap datang tanpa aba-aba. Namun sebelum waktunya tiba, jadi tugas kita untuk tetap menunjukkan yang terbaik dalam keseharian, dalam tiap langkah yang kita pilih untuk dijalankan.

Seperti ujaran Vilanova saat kembali bekerja usai operasi pertamanya, “Hargai apa yang Anda punya. Anda tak pernah tahu kapan waktu Anda habis.”

Selamat jalan, Sir Jardine dan Senor Vilanova. Terima kasih untuk setiap kenangan indahnya.

***

Catatan
1. Tulisan ini pertama dimuat di media online GeoTimes.co.id.
2. Atribusi foto: “Aaron Ramsey celebrates his goal” by Ronnie Macdonald is licensed under CC BY 2.0.

Bagikan

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top