Menyoal Musim Terpenting Dalam Karier Rooney

Wayne Rooney.
Wayne Rooney. Sumber: manutd.com.

Selasa, 28 September 2004. Hari itu akan selalu dikenang oleh Wayne Rooney. Ia melakoni debutnya dengan gemilang untuk Manchester United di ajang Liga Champions melawan Fenerbahce. Ia membuat hattrick dan satu assist. Usia Rooney baru 18 tahun, tapi banyak orang terbelalak melihat potensi besarnya.

“Mencetak hattrick di laga pertama untuk Manchester United adalah hal yang sangat spesial,” ujar Ryan Giggs. “Itu adalah awal yang biasanya hanya bisa kita impikan. Penampilannya luar biasa, tapi ketajamannya yang paling membuat saya terkesan.”

“Manajer akan melihat ini sebagai tanggung jawabnya, untuk memastikan bahwa dalam 10 tahun ke depan Wayne tetap bermain seperti ini dan memenuhi potensinya.”

Kini, satu dekade telah berlalu. Rooney berhasil mencetak 216 gol dan membantu tim meraih lima gelar Liga Inggris, dua Piala Liga, satu Liga Champions dan satu Piala Dunia Antarklub.

Musim 2014/2015 sendiri akan segera bergulir pada pertengahan Agustus mendatang. Kedatangan pelatih Louis van Gaal membuat semua pemain berlomba unjuk gigi. Siapa yang tidak tampil maksimal, akan didepak dari klub atau sekadar jadi penghias bangku cadangan.

Rooney adalah calon kuat kapten selanjutnya, entah di MU maupun tim nasional Inggris. Steven Gerrard baru saja pensiun dari timnas. Sementara itu, dua kapten utama MU musim lalu, Nemanja Vidic dan Patrice Evra, juga memutuskan untuk hengkang mencari peruntungan baru. Usia Rooney kini 28 tahun. Dengan pengalaman segudang di usia matang, ia diyakini jadi kandidat kuat penyandang ban kapten.

Karena itu, tiga minggu ke depan mungkin adalah masa-masa terpenting dalam karier Rooney. Banyak harapan dan beban di pundaknya kini. Namun, benarkah Rooney telah memenuhi potensinya seperti harapan Giggs 10 tahun lalu?

Di awal kariernya, Rooney terlihat seperti metamorfosis Paul “Gazza” Gascoigne dalam bentuk striker. Badannya tegap dan liat walau tak terlampau tinggi untuk ukuran pesepak bola Eropa pada umumnya. Tingginya 176 cm; tujuh cm lebih tinggi dari Lionel Messi atau sembilan cm lebih pendek dari Cristiano Ronaldo.

Larinya juga cepat. Arjen Robben sempat berlari dengan kecepatan 10,28 meter per detik saat bermain melawan Spanyol di Piala Dunia 2014 lalu. Sementara pada Piala Eropa 2004, Rooney pernah mencatat rekor 9,7 meter per detik.

Dengan badan yang tak terlampau tinggi, ia punya pusat gravitasi rendah hingga mudah berubah arah ketika berlari. Ditambah lagi dengan kecepatan tinggi dan tubuh tegap yang kuat untuk beradu fisik dengan pemain bertahan tim lawan. Tendangannya pun keras dan terarah.

Pendukung Arsenal pasti masih kesal bila mengingat laga melawan Everton pada 19 Oktober 2002. Kala itu, pada usia 17 tahun kurang lima hari ia mencetak gol perdananya di Liga Inggris. Golnya pun spesial. Tendangan jarak jauh – 27 meter dari gawang Arsenal – yang melengkung melewati hadangan Sol Campbell dan mengecoh kiper gaek David Seaman. Rekor 30 pertandingan tak terkalahkan Arsenal pun terhenti oleh Everton.

“Ingatlah namanya, Wayne Rooney!” ujar komentator pertandingan antusias usai menyaksikan gol Rooney itu.

Penampilan apik Rooney berlanjut di Piala Eropa 2004. Ia berhasil mencetak empat gol di fase grup dan menjadi tumpuan di lini depan Inggris bersama Michael Owen sepanjang turnamen. Sayang, cedera retak tulang metatarsal saat laga melawan Portugal di perempat final menghentikan laju Rooney.

Namun, itu tidak menghentikan MU untuk membeli Rooney dengan harga 25,6 juta pounds pada 2004. Perlahan, permainannya pun berkembang jadi lebih “dewasa” di bawah arahan Sir Alex Ferguson. Sebelumnya, Rooney gemar berlarian ke sana ke mari sejak awal laga untuk mengejar bola, melewati lawan dan mencetak gol. Namun, staminanya jadi cepat terkuras memasuki pertengahan babak kedua. Di bawah asuhan Fergie, ia pun jadi lebih pandai dalam menimbang situasi. Rooney menurunkan ego dan emosinya yang mudah meluap. Ia jadi gemar turun ke bawah, bermain di sayap dan memberi umpan pada rekan lain di depan.

Perubahan permainannya yang paling kentara terjadi pada musim 2007/2008. Saat itu MU baru saja mendatangkan Carlos Tevez dan Ronaldo pun sedang berkembang pesat jadi superstar baru. Alhasil, Rooney sering bermain melebar ke sayap kiri dan Ronaldo justru ditempatkan sebagai ujung tombak serangan. Ronaldo pun jadi protagonis utama tim. Ia mencetak gol tiap pekan, entah lewat permainan terbuka, tendangan bebas atau penalti.

Di musim itu, Ronaldo sukses mencetak 42 gol di segala ajang, Tevez 19 gol dan Rooney 18 gol. Bahu-membahu, trisula itu berhasil membawa MU jadi juara Liga Inggris dan Liga Champions. Rooney pun tak masalah dengan pengorbanannya, asal tim bisa juara. Ia bahkan pernah sesumbar bisa bermain di tiap posisi. Bila harus jadi bek kanan, ia percaya diri bisa jadi yang terbaik di dunia.

Bisa dikatakan, akhirnya kelebihan Rooney jadi kekurangannya sendiri. Ia siap menambal berbagai sisi permainan di atas lapangan. Namun, ia seakan kehilangan karakter.

Rekening gol Rooney memang sempat meningkat setelah kepergian Ronaldo ke Real Madrid pada 2009/2010. Kala itu ia lebih sering bermain sebagai penyerang utama dan sukses mencetak 34 gol di seluruh ajang. Raihan gol yang sama pun terulang kembali di musim 2011/2012. Namun, gaya mainnya telah jauh berbeda.

Dahulu ia penuh imajinasi. Banyak kejutan dalam ruang permainannya, entah lewat gol atau umpan tajam menembus pertahanan lewan. Misalnya kala ia mencetak gol lewat tendangan first time jarak jauh ke gawang Newcastle United di Liga Inggris pada 2005 atau tendangan chip ke gawang Portsmouth di Piala FA pada 2007.

Dribelnya juga maut. Lihatlah gol Ruud van Nistelrooy ke gawang Charlton Athletic pada November 2005. Dalam prosesnya, Rooney sempat mengecoh tiga pemain Charlton dengan giringan bolanya dari tengah lapangan hingga masuk kotak penalti lawan. Lalu, barulah ia memberi umpan lambung ke van Nistelrooy di tengah. Penyerang asal Belanda itu menerima dengan dada, memutar badan dan melakukan tendangan voli kencang hingga bola melesak ke dalam gawang.

Namun, perlahan Rooney berubah jadi miskin kreasi. Kini ia adalah mesin passing, pelayan bagi para pencetak gol utama, dari era Ronaldo, Dimitar Berbatov hingga Robin van Persie. Jarang sekali melihat dribel maut atau tendangan jarak jauh nan terarah Rooney muncul lagi. Ia jadi pemain tim, tidak egois tapi cenderung membosankan. Perbandingannya dengan Gazza seakan tak lagi relevan. Ia lebih mirip Dwight Yorke yang menjelang masa pensiun sebagai pemain.

Sekali-kali magis Rooney masih muncul, seperti gol tendangan saltonya ke gawang Manchester City di liga pada Februari 2011 atau tendangan melengkung jarak jauhnya ke gawang Athletic Bilbao pada Maret 2012. Namun, itu tidak hadir secara konstan sepanjang musim seperti yang dilakukan Messi di Barcelona atau Ronaldo di Real Madrid. Alhasil, itulah yang jadi pembeda ‘kelas’ antara Rooney dan Ronaldo atau Messi.

Kala fase transisi MU sepeninggal Fergie di musim 2013/2014, Rooney juga tak bisa berbuat banyak. Saat itu, ia jadi tumpuan utama penyerangan tim karena van Persie lebih sering masuk ruang perawatan. Di luar buruknya manajemen dan pemilihan taktik Moyes, Rooney pun gagal unjuk gigi di tengah keterpurukan MU. Ia bisa mencetak 19 gol, tapi MU harus jatuh ke peringkat ke-7 klasemen akhir Liga Inggris. Moyes pun dipecat bahkan sebelum musim usai.

Hal sama berlanjut di Piala Dunia 2014. Inggris tak lolos fase grup, Rooney kembali bermain sebagai penyerang sayap kiri dan hanya bisa mencetak satu gol – yang pertama baginya setelah bermain di tiga edisi Piala Dunia. Alhasil, kritik kencang datang dari eks rekan setimnya sendiri, Paul Scholes.

“Klimaks permainan Wayne mungkin terjadi jauh lebih cepat dari biasanya. Usia 28 atau 29 umumnya jadi puncak (performa pesepak bola). Pada diri Wayne, mungkin puncaknya terjadi saat ia mencetak 27 gol di liga pada 2011/2012 di usia 26,” ujar Scholes.

Dengan segala penurunan performa dan penampilan yang kerap jauh dari ekspektasi publik di laga krusial, benarkah Rooney pantas menyandang ban kapten selanjutnya?

Van Gaal sendiri masih menimbang segala aspek karena menurutnya, kapten tim adalah jabatan krusial. Ia bahkan sempat mempertimbangkan van Persie sebagai kapten baru MU. Rooney sendiri tak keberatan bila hal ini benar terjadi.

“Saya akan menghormati keputusannya. Robin van Persie adalah kapten di negaranya, dia juga pernah jadi kapten di Arsenal. Jika Robin menjadi kapten, saya yakin dia akan menjalankan tugasnya dengan baik,” kata Rooney.

Walau begitu, sesungguhnya kapasitas seorang pemimpin tak hanya dilihat dari penampilannya di atas lapangan. Sebagai perbandingan, perusahaan multinasional asal Amerika Serikat, Google, pernah melakukan analisis mendalam untuk mencari kriteria sejati yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin.

The New York Times pernah menuliskan soal ini dalam artikelnya pada Maret 2011 lalu. Kriteria itu adalah, punya visi dan strategi jelas untuk tim, membantu rekan setim lain mengembangkan kariernya dan “Jangan jadi pengecut; jadilah produktif dan berorientasi pada hasil akhir.”

Untuk poin pertama, Rooney jelas punya bayangan jauh ke depan soal MU. Usai memperpanjang kontraknya pada Februari 2014, ia menuturkan alasannya untuk bertahan.

“Ini karena saya tahu arah yang dituju klub ini. Jika kami tidak berhasil musim ini, maka kami akan kembali dengan lebih tangguh dan meraih jatah Liga Champions musim depan,” kata Rooney. “Ini adalah salah satu tim terbesar di dunia, dan bermain di sini pada sebagian besar waktu saya berkarier adalah sesuatu yang saya harapkan.”

Lalu soal strategi, tentu seorang pemain harus berpegang teguh pada arahan manajernya. Selama ini, kita bisa melihat kedisiplinan Rooney dalam menerapkan taktik demi kebutuhan tim, entah dengan mengorbankan posisi aslinya atau menjaga kepalanya agar tidak cepat panas dalam sebuah laga. Rooney saat ini memang berbeda jauh dengan dahulu.

Dulu Rooney bisa mendapat kartu merah karena bertepuk tangan dengan sinis di depan wajah wasit saat laga melawan Villarreal di Liga Champions 2005. Selain itu, ia juga pernah diusir dari lapangan karena tekel keras terhadap Miodrag Dzudovic pada laga melawan Montenegro. Itu adalah pertandingan terakhir di babak kualifikasi Piala Eropa 2012. Alhasil, Rooney pun dihukum tak boleh tampil dalam dua laga perdana di putaran final ajang itu.

Lalu pada poin kedua, sesungguhnya Rooney telah membantu rekan setimnya berkembang dengan bermain jauh ke belakang dan jadi lebih rajin memberi assist dibanding mencetak gol. Anda bisa tanyakan hal ini pada Ronaldo dan Tevez di musim 2007/2008 atau van Persie yang sukses mencetak 30 gol di musim 2012/2013. Kala itu, banyak umpan Rooney yang dikonversi van Persie jadi gol. Bahkan Rooney pun merelakan jatah penendang penalti utama pada van Persie.

Selain itu, sahabat Rooney di timnas Inggris, Frank Lampard, juga mengucapkan hal senada. Menurutnya, kehadiran Rooney selalu bisa mencairkan suasana dalam tim. ”Bagi Wayne, semuanya sama. Dia berbicara dengan David Beckham sama seperti dia berbicara dengan pemain baru dalam tim yang bermain bagi Stoke atau Bolton,” ujar Lampard.

“Dia adalah orang yang mudah berbaur,” kata Lampard. “Dia menyeberangi seluruh batasan dan kubu yang selalu ada dalam tim.”

Lampard pun berkesimpulan bahwa Rooney adalah orang yang “Percaya diri, sangat baik saat berbaur dan jenaka. Dan dia adalah orang yang Anda inginkan untuk jadi rekan seperjalanan bila pergi ke medan perang atau hanya sekadar ingin tertawa.”

Lalu bagaimana dengan poin ketiga?

Rooney bukanlah seorang pengecut. Pada laga perempat final Piala Dunia 2006, Inggris berhadapan dengan Portugal. Saat itu Rooney diusir dari lapangan pada menit ke-62 setelah terlibat insiden dengan Ronaldo. Banyak orang mempertanyakan kelanjutan hubungan keduanya ketika kembali bermain bagi MU.

Namun, nyatanya Rooney tak mau memperpanjang masalah. Ia dan Ronaldo segera berbaikan dan bersama-sama meraih gelar juara Liga Inggris bersama MU di musim 2006/2007. Mereka bahkan kompak mencetak masing-masing 23 gol di seluruh ajang.

Tak hanya itu. Media mencatat, Rooney telah dua kali minta dijual dari MU yaitu pada 2010 dan 2013. Pertama, karena ia meragukan ambisi MU untuk mendatangkan pemain bernama besar dalam tim. Kedua, karena ia kerap dimainkan di luar posisi favoritnya sebagai penyerang tengah dan ingin mencari tantangan baru.

Walau begitu, akhirnya Rooney mengurungkan niatnya itu. Para pendukung sempat kecewa dengan sikapnya. Namun Rooney selalu menegakkan kepala, mengakui kesalahan dan membuktikan di atas lapangan. Secara tak langsung, klub pun jadi berusaha membuktikan ambisinya dengan mendatangkan van Persie pada 2012, Juan Mata semusim berselang, serta Ander Herrera dan Luke Shaw jelang musim 2014/2015 bergulir.

Soal produktivitasnya di atas lapangan, Rooney mungkin bukan predator maut seperti Ronaldo atau Messi, tapi yang ia inginkan hanyalah kemenangan. Zlatan Ibrahimovic sendiri pernah mengungkapkan rasa kagumnya pada Rooney akan hal tersebut.

“Bagi saya, Rooney bukanlah pemain yang mencetak 40 gol dalam semusim. Namun, ia adalah pemain yang menolong rekan-rekannya mencetak banyak gol karena ia bekerja untuk satu, dua atau bahkan tiga pemain lain. Rasanya ia punya mental tangguh untuk menang – seperti saya, dia tidak suka untuk kalah,” ujar Ibrahimovic.

Masih ada waktu tiga minggu lagi sebelum Liga Inggris dimulai. Sebelum itu, Rooney jelas akan menunjukkan segala yang ia bisa untuk meraih kepercayaan van Gaal. Dengan begitu, ia bisa mengunci posisi dalam tim, membuktikan kapasitas diri sebagai salah satu pemain terbaik dunia, serta menyandang ban kapten secara permanen. Ia bisa jadi pemimpin; tak hanya di MU, tapi juga di timnas Inggris.

Ini benar-benar musim terpenting dalam karier Rooney.

***

Catatan
1. Tulisan ini pertama dimuat di media online GeoTimes.co.id.

Bagikan

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top