Mentari belum beranjak tinggi. Jarum pendek arloji saya menunjuk angka delapan. Masih pagi. Belasan pengendara sepeda motor mengantre sesak di depan pintu masuk Desa Sawarna. Aksesnya cukup sempit. Pengunjung mesti menyeberangi sungai melalui jembatan kayu sepanjang sekitar 50 meter dengan lebar yang hanya cukup dilewati satu orang. Para pengunjung pun mesti bergantian untuk masuk-keluar.
Di dalam, barisan pengendara sepeda motor panjang menunggu giliran keluar. Mereka datang dari berbagai daerah dengan sepeda motor kebanyakan berpelat B, F, atau D. Mereka siap pulang, sementara yang di sebelah luar baru akan menuntaskan penasaran. Desa Sawarna di akhir pekan memang padat.
Ada tiga jembatan goyang sebagai akses masuk Sawarna. Ketiga jembatan untuk menuju Pantai Pasir Putih, Tanjung Layar, dan Legon Pari. Pengunjung bermobil biasanya memarkir mobil di tanah lapang seberang pintu masuk desa. Bisa menitipkan mobil hingga berhari-hari dengan tarif sekitar Rp 25 ribu per malam.
Desa Sawarna masuk wilayah Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Ada dua pilihan rute perjalanan. Pertama, kita bisa mencapainya lewat Ciawi menuju Cibadak dan Pelabuhan Ratu. Jalur lain adalah melalui Serang Timur menuju Pandeglang, Malimping, dan Bayah. Di jalur ini, jalanan relatif rusak dan tak rata, tapi lebih banyak angkutan umum yang bisa ditemui.
Orang-orang mengunjungi Sawarna karena tergiur keindahan alamnya. Pantai-pantai yang mengitari desa ini punya keunikan masing-masing. Pantai Pasir Putih menjadi favorit keluarga untuk menghabiskan waktu bersama. Di pantai ini pengunjung bisa sekadar bersantai atau berenang di air berombak sedang. Tak ada karang di bibir pantai. Sejauh mata memandang, hanya ada hamparan pasir putih dan debur ombak yang konstan.

Setelah itu, kita bisa berjalan kaki menuju Karang Taraje. Di sana terdapat gugusan karang yang menjulang sepanjang pantai. Kala air pasang, ombak menerjang barisan karang itu hingga tercipta “air terjun” mini di pinggir laut.
Sayang hal itu tak terjadi setiap waktu. Menurut warga sekitar, kemungkinan terbesar pengunjung bisa melihat “air terjun” itu hanya terjadi pada tanggal 18 tiap bulan. Saat itu ombak lebih besar karena terpengaruh gravitasi Bulan yang posisinya sedang mendekat ke Bumi.
Meski demikian, pemandangan di sana memiliki candu sendiri. Karang-karang yang banyak membentuk kolam kecil sebagai rumah binatang laut, ikan teripang, kepiting, ataupun bulu babi. Pandan laut juga tumbuh di pinggir jalan dan menambah kesan eksotis Karang Taraje.
Lain lagi Legon Pari yang menjadi tempat favorit para wisatawan untuk menikmati matahari terbit. Dari pusat penginapan, kita bisa mencapai Legon Pari dengan berjalan kaki sekitar 1 jam. Sesuai namanya, terdapat banyak laguna di kawasan ini. Laguna adalah danau asin kecil yang dahulu merupakan bagian laut dangkal. Biasanya terpisah dari laut karena peristiwa geografis.
Banyak ganggang di Legon Pari. Suasananya pun relatif sepi karena cukup jauh dari lokasi penginapan dibanding tempat-tempat lainnya. Hanya ada satu-dua warung penjaja makanan di sini.
Kala senja tiba kita bisa menyambangi Tanjung Layar. Wilayah ini merupakan salah satu ikon Sawarna. Di tempat ini terdapat sepasang batu besar yang berdiri tegak berimpitan seperti layar kapal. Saat senja, matahari terbenam menjadi latar serasi bagi dua benteng kokoh itu.

Tak hanya pantai, Gua Lalay juga menjadi favorit pengunjung untuk caving. Di tempat ini kita akan menyusuri lorong gelap beralaskan sungai kecil hingga sejauh 400 meter. Saat sore, ribuan kelelawar ramai beterbangan di gua ini. Bila tak membawa perlengkapan memadai, pengunjung bisa menyewa senter kepala dengan tarif Rp 5 ribu. Selain Gua Lalay, ada pula gua lain yang bisa menjadi pilihan, yaitu Langir dan Seribu Candi.
Jika malas berjalan kaki, kita bisa membayar jasa ojek untuk mengantar ke seluruh tempat wisata di Sawarna dengan tarif sekitar Rp 175 ribu. Opsi ini bisa menjadi pilihan untuk menghemat banyak waktu.
Saat malam tiba, para wisatawan menghabiskan waktu di warung-warung sepanjang Pantai Pasir Putih. Kita bisa mengisi perut, menyalakan api anggun, bahkan memasang tenda dan bermalam di sana.
Masyarakat Sawarna berhasil memaksimalkan potensi wisata daerahnya. Hampir semua rumah warga beralih fungsi menjadi rumah makan atau penginapan. Para turis pun betah berlama-lama singgah di sana. Lagi pula, karena banyak pilihan destinasi, rasanya tak cukup bila menyambangi Sawarna hanya dalam sehari.
Terkadang ada tempat-tempat yang seperti wajib kita kunjungi kembali tanpa merasa rugi. Sawarna salah satunya.

Lihat juga Pelesiran Akhir Pekan ke Sawarna.
***